Rabu, 30 September 2015

Kisah Anak Sholeh Pada Zaman Nabi Sulaiman A.S

Pada suatu hari Nabi Allah Sulaiman telah menerima wahyu daripada Allah supaya pergi ke tepi pantai untuk menyaksikan suatu benda yang ajaib yang akan ditunjukkan kepada Nabi Sulaiman. Setelah bersiap sedia, Nabi Sulaiman berangkat ke tepi pantai yang di nyatakan di dalam wahyu. Baginda di iringi oleh kaum jin, manusia dan binatang.

Setibanya di pantai, Nabi Sulaiman terus mengintai-ngintai untuk mencari sesuatu seperti yang dikatakan oleh Allah. Setelah lama mencari ,baginda belum lagi menjumpai apa-apa. Kata salah seorang daripada mereka “Mungkin salah tempat”. Tetapi baginda menjawab “Tidak, di sinilah tempatnya”. Nabi Sulaiman mengarahkan Jin Ifrit supaya menyelam ke dalam laut untuk meninjau apa-apa yang pelik atau ajaib. Jin Ifrit menyelam agak lama juga barulah ia kembali kepada Nabi Sulaiman dan memaklumkan bahwa dia tidak menjumpai apa-apa benda yang ajaib. Tanya Nabi Sulaiman “Apakah kamu menyelam sehingga dasar laut” Jawab Jin Ifrit “Tidak”. Nabi Sulaiman pun mengarahkan Jin Ifrit yang kedua supaya menyelam sehingga ke dasar laut. Setelah puas menyelam dan mencari benda-benda yang di katakan oleh Nabi Sulaiman, Jin Ifrit yang kedua juga tidak menjumpai apa-apa yang ajaib dan ia melaporkan kepada Nabi Sulaiman.
Perdana Menterinya yang bernama Asif bin Barkhiya telah berbisik ke telinga Nabi Sulaiman dan memohon kebenaran untuk menolongnya. Setelah mendapat izin Nabi Sulaiman, dia membaca sesuatu dan terus menyelam ke dalam laut. Tidak lama kemudian Asif menjumpai sebuah kubah yang sangat cantik. Kubah tersebut mempunyai empat penjuru, setiap penjuru mempunyai pintu. Pintu pertama diperbuat daripada mutiara, pintu kedua diperbuat daripada zamrud berwarna merah, pintu ketiga diperbuat daripada jauhar dan pintu keempat diperbuat daripada zabarjad. Pintu-pintu tersebut terbuka luas, tetapi yang peliknya air tidak masuk ke dalam kubah tersebut walaupun pintunya terbuka luas.
Dengan kuasa yang diberikan oleh Allah, Asif dapat membawa kubah tersebut naik ke darat dan diletakkan di hadapan Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman melihat kubah tersebut dengan penuh takjub di atas kebesaran Allah. Baginda berangkat untuk melihat kubah tersebut, setelah menjenguk ke dalam di dapati ada seorang pemuda berada di dalamnya. Pemuda tersebut masih belum sedar walaupun kubahnya telah diangkat ke darat kerana asyik bermunajat kepada Allah. Nabi Sulaiman memberi salam kepada pemuda tersebut. Pemuda tersebut menyambut salam dengan perasaan terkejutnya apabila melihat orang ramai sedang berada di situ. Nabi Sulaiman memperkenalkan dirinya kepada pemuda itu bahawa beliau adalah Nabi Allah Sulaiman. Pemuda itu bertanya “Dari manakan mereka ini dan bagaimana mereka datang?”. Pemuda itu merasa hairan dan setelah menjenguk keluar dia mendapati bahawa kubahnya telah berada di darat. Nabi Sulaiman memberitahu pemuda itu bahawa mereka datang karana diperintahkan oleh Allah untuk melihat keajaiban yang dikurniakan Allah kepadanya.
Setelah mendapat izin dari pemuda itu Nabi Sulaiman meninjau ke dalamnya untuk melihat benda yang ajaib yang dihiasi di dalamnya. Keindahan yang terdapat di dalam kubah itu sungguh menakjubkan. Nabi Sulaiman bertanya kepada pemuda tersebut bagaimana dia boleh berada di dalam kubah ini yang terletak di dasar laut. Pemuda tersebut menceritakan bahawa dia telah berkhidmat kepada kedua ibu bapanya selama 70 tahun. Bapanya seorang yang lumpuh manakala ibunya pula seorang yang buta. Suatu hari ketika ibunya hendak meninggal dunia, ibunya memanggilnya dan memaklumkan bahawa ibunya telah rela di atas khidmat yang diberikan olehnya. Ibunya berdoa kepada Allah supaya anaknya dipanjangkan umur dan sentiasa taat kepada Allah. Setelah ibunya meninggal dunia, tidak lama kemudian bapanya pula meninggal dunia. Sebelum bapanya meninggal dunia, bapanya juga telah memanggilnya dan memaklumkan bahawa dia juga telah rela di atas khidmat yang diberikan olehnya. Bapanya telah berdoa sebelum meninggal dunia supaya anaknya di letakkan di suatu tempat yang tidak dapat diganggu oleh syaitan.
Doa kedua dua orang tuanya telah dimakbulkan oleh Allah. Pada suatu hari ketika pemuda tersebut bersiar-siar di tepi pantai ia terlihat sebuah kubah yang sedang terapung-apung di tepi pantai. Ketika pemuda tadi menghampiri kubah tersebut .
Ada suara menyeru supaya pemuda itu masuk ke dalam kubah tersebut. Sebaik sahaja ia masuk kubah dan meninjau di dalamnya tiba-tiba ia bergerak dengan pantas dan tenggelam ke dasar laut. Tidak lama kemudian muncul satu lembaga seraya memperkenalkan bahawa dia adalah malaikat yang di utuskan Allah. Malaikat itu memaklumkan bahawa kubah itu adalah kurniaan Allah kerana khidmatnya kepada orang tuannya dan beliau boleh tinggal di dalamnya selama mana dia suka, segala makan dan minum akan dihidangkan pada bila-bila masa ia memerlukannya. Malaikat itu memaklumkan bahawa dia diperintahkan Allah untuk membawa kubah tersebut ke dasar laut. Semenjak dari itu pemuda tersebut terus bermunajat kepada Allah sehingga hari ini.
Nabi Sulaiman bertanya kepada pemuda itu “Berapa lamakah kamu berada di dalam kubah ini” Pemuda itu menjawab “Saya tidak menghitungnya tetapi mulai memasukinya semasa pemerintahan Nabi Allah Ibrahim a.s lagi”. Nabi Sulaiman menghitung “. Ini bermakna kamu telah berada di dalam kubah ini selama dua ribu empat ratus tahun”. Nabi Sulaiman berkata “Rupa mu tidak berubah malah sentiasa muda walaupun sudah dua ribu empat ratus tahun lamanya”. Nabi Sulaiman bertanya pemuda itu apakah dia mahu pulang bersamanya”. Jawab pemuda tadi “Nikmat apa lagi yang harus aku pinta selain daripada nikmat yang dikurniakan oleh Allah kepada ku ini”. Nabi Sulaiman bertanya”Adakah kamu ingin pulang ke tempat asal mu” Jawab pemuda itu “Ya, silalah hantar aku ke tempat asalku”. Nasi Sulaiman pun memerintahkan Perdana Menterinya membawa kubah tersebut ke tempat asalnya.
Setelah kubah tersebut diletakkan ke tempat asal, Nabi Sulaiman berkata kepada kaumnya “Kamu semua telah melihat keajaiban yang dikurniakan oleh Allah. Lihatlah betapa besar balasan yang Allah berikan kepada orang yang taat kepada orang tuanya dan betapa seksanya orang yang menderhaka kepada kedua ibu bapanya”. Nabi Sulaiman pun berangkat pulang ke tempatnya dan bersyukur kepada Allah Taala kerana telah memberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan perkara yang ajaib.

Senin, 28 September 2015

Bagaimana Cara Membuat Anak Ketagihan Belajar?

Nah, ini adalah tema yang sering ditunggu-tunggu oleh orangtua dan juga sering banyak dikeluhkan orangtua.“Kenapa anak saya ngga senang belajar, maen aja seharian”, keluh seorang Ibu yang hadir diseminar saya. Para pembaca, percayakah Anda bahwa kehidupan sejati kita manusia adalah seorang pembelajar? Tapi kita sering memberikan perlakuan yang tidak menyenangkan saat anak belajar (secara tidak sadar) bahkan dulu kita pun mungkin diberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu tidak menyenangkan.

Misalnya, saat anak kita bayi dan berumur 1 tahun. Dia ingin memasukan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya, benar? Nah yang kebanyakan orang lakukan saat itu adalah berkata “eh… itu kotor, ngga boleh” sambil menarik barang tersebut. Sebenarnya ini adalah perilaku dasar pada saat seorang anak belajar. Kemudian saat dia mulai bisa berjalan, mulai ingin tahu lebih banyak tentang lingkungan sekitar, semakin banyak larangan yang dikeluarkan oleh orangtua ataupun pengasuh. Mungkin karena lelah menjaga anak seharian, sehingga banyak larangan yang dikeluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.
Saat mulai bisa berbicara, bertanya ini dan itu. “Ini apa? Kenapa?” Jawaban yang diterima “lha tadi sudah tanya, tanya lagi dasar cerewet” mungkin saat itu pengasuh dan orangtua sedang lelah juga saat menjaganya sehingga malas dan capek untuk memberikan penjelasan dan ini adalah proses belajar seorang anak. Ada barang baru dirumah dan anak ingin memegangnya atau mengetahui lebih dekat, maka kita orangtua dan pengasuhnya menjauhkan barang tersebut darinya, dengan dalih nanti rusak karena barang mahal.
Dari sepenggal contoh diatas dimana ini adalah pengalaman nyata dari saya dan beberapa klien, siapakah yang membuat anak menjadi malas belajar?
Berikutnya ada seorang anak berusia 8 tahun, sebut saja Aji. Orangtuanya sangat mengeluhkan, bahwa anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya jika tidak ada perubahan sikap maka kemungkinan besar Aji tidak naik kelas. Saat bertemu, saya yakin Aji adalah anak yang luar biasa. Sesaat saya bertanya tentang hobi dan kesukaannya saat bermain, dengan cepat saya mengetahui anak ini luar biasa. Sebab setelah saya Tanya tentang hobinya ternyata sepak bola, dan tim kegemarannya adalah Arsenal (Liga Inggris). Dan Aji, hafal seluruh pemain inti dan cadangan Arsenal, berikut pelatih dan asistennya serta nomor punggung pemain, tanggal ulang tahun pemain serta daftar pencetak goal dan assist (pemberi umpan) dan point klasemen liga dan urutannya. Gila, luar biasa! (dalam hati saya) Ngga ada yang salah sama hardware (otaknya), tapi masalahnya sama Software.
Satu orang anak yang sama, otaknya kalau dibuat belajar pelajaran disekolah tidak berfungsi (berhitung, menghafal) tetapi hafal seluruh pemain Arsenal. Apa anak ini bodoh? Tentunya Anda sepaham dengan saya, jawabanya adalah tidak. Anak ini pandai luar biasa. Hanya saja salah perlakuan sehingga ia malas dan tidak suka belajar.
Lalu apa yang saya lakukan untuk mengubah agar software menjadi baik dan membuat anak ini agar mudah belajar? Yang saya perbaiki orangtuanya dahulu, sebab untuk anak seusia Aji, jika terdapat masalah dalam hidupnya berarti orangtua yang akan bantu (untuk menjadi terapis) untuk atasi masalah anak tersebut. Saya mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan anak dan sifat dari pikiran anak, serta pentingnya menomor satukan cinta dalam mendidik anak, yang semuanya akan sangat panjang jika saya jelaskan disini.
Berikutnya adalah tips bagaimana agar, anak kita menjadi rajin dan mudah sekali belajar dan sekolah.
1. Saat pulang sekolah tanyakan “hai sayang, apa yang menyenangkan hari ini disekolah?” Otomatis otak anak akan mencari hal-hal yang menyenangkan disekolah dan ini secara tidak langsung akan memberitahu sang anak bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
2. Saat anak tidur (Hypnosleep), katakan “makin hari, belajar makin menyenangkan”, “sama halnya dengan bermain, belajar juga sangat menyenangkan”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”.
3. Jelaskan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari (sesuai dengan minat anak tersebut) misal: dengan mempelajari perkalian, maka saat liburan naik kelas nanti nanti kamu bisa menghitung berapa harga barang yang akan kamu beli di Singapore. Dan kamu bisa membandingkannya dengan harga di Indonesia. Jika kamu menguasai conversation dalam bahasa inggris maka kamu akan sangat mudah berkomunikasi dengan pelatih sepak bolamu yang dari Thailand.
4. Mintalah guru les pelajarannya (jika ada), sering-sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal yang cepat. Mintalah bantuan orang-orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan harga diri anak kita.
5. Jika anak kita masih kecil dan masih suka dibacakan dongeng, bacakan dongeng dengan posisi memangku dia (dengan posisi yang nyaman, serta memudahkan kita orangtua untuk memberikan ciuman kasih sayang atau pelukan sayang) tujuannya agar anak mengkaitkan membaca buku dengan rasa cinta dari orangtua dan buku adalah hal yang sangat menyenangkan.
6. Gunakan surat rahasia dari orangtua kepada anak, kita bisa berkata “nak, Ibu telah meletakan surat rahasia buat kamu. Cuma kamu dan ibu yang tahu isinya. Ibu letakan dibawah bantal tidurmu, bacalah setelah makan ya”. Isinya bisa berupa kata-kata yang menyemangati anak dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.
Nah itulah sedikit tips bagi Ibu agar anaknya ketagihan belajar, semoga infonya bermanfaat

Minggu, 27 September 2015

Cara Menjadi Ibu Yang Penyayang dan Baik Untuk Anak

Mengemban tugas sebagai seorang ibu memang tidaklah semudah yang dibayangkan. Menjadi seorang ibu yang baik akan memerlukan kerja keras, semangat dan kesabaran yang tinggi. Di sisi lain, banyak yang menyatakan bahwa menjadi seorang ibu merupakan sebuah profesi yang bisa sangat menyenangkan bila dijalani dengan ikhlas dan sepenuh hati. Berikut ini beberapa tips jitu menjadi ibu penyayang dan penyabar untuk anak-anak.

Karakter perempuan biasanya identik dengan sifat penyayang dan perasaan lemah lembut. Namun, untuk menjadi ibu yang penyayang ternyata tidaklah mudah karena akan memerlukan latihan kesabaran setiap harinya. Terutama saat menghadapi kenakalan anak-anak yang bandel dan susah diatur. Perlu diingat bahwa menjadi ibu yang penyayang bukan berarti memanjakan anak-anak setiap waktu. Sikap penyayang yang tepat adalah dengan bersikap tegas ketika anak berbuat kesalahan.
Saat melatih diri menjadi ibu yang oenyayang dan sabar, diperlukan jiwa dan hati yang sangat tulus. Dengan dibarengi ketulusan, ibu akan mendapatkan banyak sekali manfaat dan salah satunya yakni balasan ketulusan juga dari anak-anak dan seluruh keluarga. Selain itu, dianjurkan untuk selalu bercermin pada diri sendiri atau melakukan introspeksi diri tentang kekurangan yang dimiliki. Usahakan untuk selalu menjadi guru terbaik bagi anak-anak. Ibu merupakan guru pertama yang akan mengajari anak-anaknya di rumah sehingga akan menjadi awal penentu keberhasilan sang anak dalam perkembangannya nanti.

Jumat, 25 September 2015

Cara Mendidik dan Memperbaiki Akhlak Anak

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,
Anak adl amanah, anugerah, & cobaan. Dia adl titipan Illahi utk (sibghah) menjadi generasi Rabbani. Karena anak pd hakikatnya adl ibarat kertas putih, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yg menjadikannya Nasrani, Yahudiatau Majusi.” (HR Bukhari).

Ketahuilah, bahwa cara mendisiplinkan anak merupakan persoalan yg paling penting & mendesak di antara yg lain. Anak amanah bagi orang tuanya, sebab hatinya yg suci laksana permata tdk ternilai yg belum dipakai atau dibentuk. Ia menerima segala bentuk yg ditorehkan & condong kearah mana saja dicondongkan.
Jika diajarkan kebaikan, maka akan didapat kebahagiaan di dunia & akhirat. Sedangkan jika dibiasakan & diajarkan kejahatan akan tumbuh liar bagaikan hewan, tentu akan celaka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, Peliharalah dirimu & keluargamu dari siksaan api neraka. Seorang ayah mungkin berusaha melindungi anaknya di dunia, namun jauh lbh penting melindungi anaknnya dari api neraka. Caranya adl dgn mendisiplinkannya, mendidiknya & mengajarinya tentang kebaikan akhlak serta melindunginya dari teman-teman yg berperangai buruk.
Tidak memanjakannya, & tdk membuatnya menggandrungi kemewahan & kemegahan duniawi. Oleh karena itu, hendaklah orang tua selalu memperhatikan anaknya sejak usia dini sehingga tdk akan diizinkan utk minum/makan yg berasal dari makanan haram, sehingga tdk diperoleh keberkahan dalam hidupnya, yg dpt membentuk wataknya yg buruk sehingga cenderung melakukan perbuatan yg tercela.
1. Hendaklah perhatian ditingkatkan saat tanda kecerdasan tampak dalam diri anak. Tanda yg pertama adl rasa malu, sebab ketika mulai merasa malu terhadap perbuatan tertentu, inilah karunia Allah yg merupakan pertanda baik yg menunjukkan keseimbangan akhlaknya & ketulusan hatinya.
2. Hendaklah dididik dari sifat rakus terhadap makanan, misalnya harus mengambil makanan dgn tangan kanannya, mengajarkannya mengucapkan Bismillah ketika mulai makan, makan dari tempat terdekat dgn dirinya, tdk merebut makanan orang lain, serta ditanamkan rasa tdk suka makan makanan dalam porsi yg besar karena byk makan membuat seseorang menjadi tdk ada bedanya dgn hewan. Kepadanya harus ditanamkan rasa senang memberikan makanan yg lbh baik utk orang lain & dianjurkan utk bersikap wajar terhadap makanan & tdk mencela makanan yg kurang enak.
3. Hendaknya ditanamkan rasa suka terhadap pakaian putih daripada warna lain atau kain sutera, sehingga terjaga dari kebiasaan hidup mewah, bersenang-senang & mengenakan pakaian mahal. Sesungguhnya anak yg sejak kecil kurang diperhatikan biasanya akan tumbuh dgn perangai yg buruk, pendusta, pendengki, keras kepala, suka mencuri, memfitnah, bercanda & tertawa berlebihan, licik & amoral.
4. Hendaknya disibukkan oleh kegiatan mempelajari Al-Quran, hadist & riwayat-riwayat tentang orang-orang yg baik, utk menumbuhkan dalam jiwanya rasa cinta terhadap orang-orang saleh. Kemudian ketika sifat baik & amal saleh ditunjukkan, maka harus diberikan apresiasi yg menggembirakan hatinya. Tetapi sebaliknya, jika melakukan hal yg buruk, hendaklah seakan- akan diabaikan, disembunyikan, tdk diungkapkan ke orang lain. Seandainya ia mengulangi perbuatan itu sekali lagi, maka harus dimarahi tanpa sepengetahuan orang & disadarkan bahwa perbuatannya itu cukup serius.
5. Hendaklah orangtua tdk terus-menerus memarahi anak, sebab membuatnya kebal akibatnya tetap melakukan perbuatan buruk. Hendaknya seorang ayah menjaga kewibawaan ucapannya & hanya memarahi bila tdk ada pilihan lain. Ibulah yg memperingatkan anak dgn menyebut ayahnya.
6. Hendaklah dilarang tidur siang hari, karena dpt menimbulkan sikap malas. Harus dibiasakan utk berjalan, bergerak & berolahraga pd siang hari sehingga terbebas dari rasa malas. Janganlah anak dibiarkan gemuk karena akan sulit menjauhi sikap manja. Sebaliknya, hendaknya dibiasakan mengenakan pakaian & makan makanan sederhana.
7. Hendaknya dilarang melakukan sesuatu secara diam-diam, sebab akan terbiasa melakukan perbuatan buruk. Hendaknya dilarang membanggakan harta orangtuanya, namun dibiasakan bersikap rendah hati, pemurah & santun dalam berbicara. Hendaknya dilarang menerima apapun dari anak lain, sebaliknya kepadanya harus diajarkan bahwa kemuliaan terletak pd sikap memberi. Hendaknya kpd anak diajarkan tentang keburukan mencintai & ketamakan terhadap emas, perak.
8. Hendaklah dibiasakan utk tdk meludah, menguap atau menyusut ingus di hadapan orang lain, tdk memunggungi siapapun, menyilangkan kaki, menopang dagu atau mengganjal kepalanya dgn tangannya, karena perbuatan semacam itu menunjukkan kemalasan. Haruslah diajari mengenai cara duduk & dilarang utk terlalu byk berbicara. Hendaklah dilarang bersumpah terhadap sesuatu, baik benar maupun salah. Sebaiknya diajari mendengarkan dgn cermat setiap kali orang yg lbh tua berbicara & bangkit dari duduknya setiap kali orang yg lbh tua masuk, menyediakan tempat untuknya. Hendaklah dilarang berbicara seenaknya, mengutuk, menghina seseorang atau bergaul dgn orang yg demikian. Kebiasaan buruk akan muncul dari teman sepergaulan yg buruk. Dan sesungguhnya prinsip pendidikan adl menjauhkannya dari teman sepergaulan yg buruk.
9. Hendaklah setelah mengikuti pelajaran, agar diizinkan bermain & diberi kesempatan beristirahat, utk mencegah anak menguras tenaga utk selalu belajar yg akan mematikan hatinya, merusak kecerdasannya & menghambat gairah hidupnya.
10. Hendaknya diajarkan sikap patuh terhadap orangtua, guru & orang yg lbh tua. Kemudian ketika anak mencapai usia remaja, hendaknya tdk melalaikan kewajiban berwudhu & shalat serta diperintahkan berpuasa di bulan Ramadhan. Diingatkan bahwa makanan hanya sarana mempertahankan kesehatan & bahwa tujuannya menjadikan seorang manusia kuat menjalankanibadah kpd Allah SWT, mengingat tdk satupun yg kekal didalamnya sertakematian akan memutus kenikmatannya. Sesungguhnya, dunia hanyalah tempat persinggahan, bukan tempat tinggal abadi. Akhiratlah yg merupakan tempat tinggal abadi. Sesungguhnya kematian menanti setiap saat, karenanya orang yg cerdas & berakal adl orang yg menyiapkan bekal di dunia utk keperluan di akhirat sehingga beroleh derajat yg tinggi di sisi Allah & kebahagiaan melimpah di surga. Jika pendidikan pd masa anak baik, maka akan berkesan & berpengaruh kuat di dalam hatinya laksana tulisan di atas batu.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarokatuh.

Selasa, 22 September 2015

5 cara agar terhindar dari maksiat

Ini beberapa yang bisa memotivasi kita untuk tidak bermaksiat kepadanya. Cerita pemaksiat kelas kakap yang ingin bertobat.. selamat membaca

Pada suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabi’ah. Ia meminta nasehat kepada Ibrahim agar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya. Ia berkata, “Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya!”
Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, “Jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang kuajukan, aku tidak keberatan kau berbuat dosa.” Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar Jahdar balik bertanya, “Apa saja syaratsyarat itu, ya Aba Ishak?” “Syarat pertama, jika engkau melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan rezeki Allah,” ucap Ibrahim. Jahdar mengernyitkan dahinya lalu berkata, “Lalu aku makan dari mana? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki Allah?” “Benar,” jawab Ibrahim dengan tegas. “Bila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskah engkau memakan rezeki-Nya, sementara Kau terus-menerus melakukan maksiat dan melanggar perintah-perintahnya?” “Baiklah,” jawab Jahdar tampak menyerah.
“Kemudian apa syarat yang kedua?” “Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi- Nya,” kata Ibrahim lebih tegas lagi. Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget lagi. “Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?” “Benar wahai hamba Allah. Karena itu, pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara kau terus berbuat maksiat?” tanya Ibrahim. “Kau benar Aba Ishak,” ucap Jahdar kemudian.
“Lalu apa syarat ketiga?” tanya Jahdar dengan penasaran. “Kalau kau masih bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempar bersembunyi dari-Nya.” Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. “Ya Aba Ishak, nasihat macam apa semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?”
“Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rezeki- Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus melakukan maksiat kepada-Nya, pantaskah kau melakukan semua itu?” tanya Ibrahin kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan terkesima. Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabi’ah tidak berkutik dan membenarkannya.
“Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat keempat?” “Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal saleh.” Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukannya
selama ini. Ia kemudian berkata, “Tidak mungkin… tidak mungkin semua itu aku lakukan.” “Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka Allah?”
Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir. Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu. “Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak
menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!” Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihatnya. Ia menangis penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia berkata, “Cukup…cukup ya Aba Ishak! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah.” Jahdar memang menepati janjinya.
Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar- benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyu’.
Bagaimana??? siapkah kita melewati lima syarat tadi??
maka pantaskah kita tidak taat dengan melanggar syari'at.......???
Mari bersama menjaga diri
semoga bermanfaat

Senin, 21 September 2015

Nasihat Nabi Luqman Dalam Mendidik Anak

Anak adalah titipan Allah yang harus diberi pendidikan yang baik dan benar. Maka peran orangtua sangat besar dalam mendidik anak apabila menginginkan anaknya menjadi anak shaleh dan shalehah. Islam sudah memberikan contoh pendidikan yang benar untuk anak. Dalam mendidik anak contoh yang paling baik adalah pendidikan yang diberikan oleh Nabi Luqman. Nasihat Nabi Luqman dalam mendidik anaknya diabadikan dalam Alquran, yang mana Alquran adalah petunjuk yang benar bagi umat manusia.

Setidaknya ada 10 hal yang bisa kita ajarkan kepada anak terutama dalam pendidikannya. Karena pendidikan ini tidak akan didapatkan di bangku sekolah negeri. Apa saja 10 hal nasihat Nabi Luqman dalam mendidik anaknya, agar anak menjadi anak shaleh dan shalehah
1. Mendidik dan mengajarkan anak agar tidak menyekutukan Allah Ta'ala
Pada pembelajaran pertama ini, hal ini adalah hal yang pokok dan utama. Karena hal tersebut adalah kunci masuk surga. Menyekutukan Allah adalah termasuk dosa syirik yang besar yang tidak akan diampuni oleh Allah Ta'ala. Oleh karena itu para orangtua sebaiknya menguasai dan mempraktekkan untuk tidak menyekutukan Allah Ta'ala. Karena banyak hal-hal kecil yang ternyata masuk dalam kategori syirik. Adapun nasihat Nabi Luqman
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S. Luqman:13)
Berilah pondasi yang kuat kepada anak kita. Didiklah anak untuk tidak bergantung kepada makhluk Allah, jadikan ia insan yang mandiri dan yakin kepada Allah Ta'ala terhadap berbagai macam urusannya.
2. Mendidik anak agar berbuat baik kepada kedua orangtua
Orangtua memiliki jasa yang besar untuk anak-anaknya. Banyak pengorbanan yang telah diberikan untuk mendidik anaknya. Baik itu ketika masih bayi hingga dewasa. Oleh karena itu sudah selayaknya anak berbakti kepada orangtua. Tapi kebanyakkan fenomena jaman sekarang banyak para anak-anaknya menelantarkan para orangtuanya ketika sudah memasuki usia senja. Contoh teladan yang bisa kita berikan dalam mendidik anak adalah dengan mengajak anak untuk sering silaturahim kepada kakek dan neneknya.
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."( QS.Luqman: 14)
3. Mendidik anak dalam ketaatan dan kebaikkan
Meskipun title nya orangtua, tapi masih banyak perilaku para orangtua jauh dari kebaikkan. Para orangtua menyuruh anaknya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat agama Islam. Maka si anak boleh untuk menolak ajakan dari orangtua namun tetap menjaga tali silaturahim.
"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik"(QS. Luqman: 14)
4. Mendidik anak untuk mengikuti jejak orang-orang shaleh
Banyak teladan-teladan orang shaleh yang bisa kita ajarkan kepada anak kita. Mengikuti jejak orang shaleh tentu akan lebih selamat dan banyak mendatangkan kelapangan baik itu ketika di dunia ataupun ketika di akherat. Ajarkan kebaikkan yang sesuai dengan generasi salaf.
"Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."(QS. Luqman: 15)
5. Mendidik anak bahwa semua amal perbuatan akan dibalas oleh Allah Ta'ala
Memberikan contoh yang baik kepada kepada anak merupakan hal yang sangat dianjurkan. Kita bisa melatih anak kita untuk senantiasa membalas kebaikkan orang lain kepada kita. Hal ini akan memberi pengertian kepada anak bahwa semua kebaikkan pasti akan dibalas. Ketika ini diajarkan kepada anak maka anak akan lebih berhati-hati dalam berbuat.
(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui."(Qs Luqman: 16)
6. Mendidik anak untuk mendirikan shalat 5 waktu
Shalat adalah tiangnya agama, ketika shalat ditinggalkan maka agama bisa jadi akan runtuh. Oleh karena itu ajarkan anak dari kecil untuk mendirikan shalat. Kita bisa melatihnya dengan mengajaknya shalat jamaah di masjid. Berilah pukulan ringan ketika anak tidak mau mengerjakan shalat. Shalat akan melatih anak untuk disiplin.
"Hai anakku, dirikanlah solat" (Qs, Luqman:17)
7. Mendidik anak beramar ma'ruf dan nahi mungkar
Didiklah anak kita dengan mengajarkan kebaikkan, bisa dengan berinfaq, sedekah, kegiatan sosial masyarakat, membantu yang lemah dan lain sebagainya. Beritahukan kepada anak apabila ada perbuatannya yang tidak baik. Hal ini akan bisa memberikan dampak positif. Biasanya anak juga akan memberikan nasihat kepada temannya ketika melihat temannya berbuat buruk.
"dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar" (Qs. Luqman : 17)
8. Mendidik anak untuk bersabar terhadap ujian
Setiap manusia pasti memiliki permasalahan baik itu masalah kecil ataupun masalah besar. Ketika ada ujian yang sedang mendera, hal yang terbaik adalah dengan bersabar. Berikan pengertian dan penjelasan ketika si anak memiliki masalah. Berilah contoh solusi konkrit agar anak terlatih sejak usia dini. Karena semua manusia akan menghadapi persoalan hidup.
"Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)."(QS. Luqman:17)
9. Mendidik anak untuk tidak sombong dan takabbur
Biasakanlah anak tumbuh kembang dengan jiwa penuh rendah hati. Banyak cara bisa kita contohkan yaitu dengan tidak memilih teman yang miskin dan teman yang kaya. Semua sama-sama teman yang harus tetap dipergauli dengan baik. dan masih banyak cara lain yang bisa kita ajarkan.
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (kerana sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."(Qs. Luqman: 18)
10. Mendidik anak untuk bersikap pertengahan dalam segala urusan dan senantiasa berbuat baik
Bersikap berlebihan adalah tidak baik dan sebaliknya pula bersikap meremehkan juga tidak baik. Ada sikap pertengahan yang bisa dilakukan. Misalnya, adab ketika berjalan, berbicara dan lain sebagainya. Berilah contoh yang baik kepada anak.
"Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."(Qs. Luqman 19)
Itulah 10 hal yang wajib diajarkan kepada anak agar anak tumbuh kembang menjadi anak yang baik. Mendidik anak bukanlah pekerjaan ringan, dibutuhkan keseriusan dan teladan. Dan sebaik-baik teladan adalah teladan yang diberikan Nabi Luqman dalam mendidik anaknya.

Minggu, 20 September 2015

Makna Anak Shaleh/Shalehah

Suatu hari Khalifah Umar Radhiyallahu ‘Anhu diberitahu tentang seseorang yang amalan lahiriyahnya sangat mengagumkan. Ia berkata : Alangkah sholeh orang itu, wudhu’nya sempurna dan sholatnya sedemikian khusuk.

Mendengar itu Umar bertanya : Apakah engkau tinggal /hidup bersama dengan dia? Orang itu menjawab : Tidak! Umar bertanya lagi: apakah engkau pernah menguji dengan harta? Orang itu berkata: Tidak pernah? Lalu berkata: betapakah engkau mengatakan sesuatu bahwa dia orang sholeh padahal engkau tidak hidup bersamanya dan bermu’amalah dengannya?
Kalaulah amalan itu diukur dengan lahiriyahnya maka sungguh amat banyak orang yang dapat disebut sholeh. Tetapi Umar Radhiyallahu ‘Anhu tidak menerima berita yang hanya diketahui dari gambaran lahiriyahnya semata, karena terlalu banyak perkara lahiriyahnya tampak baik akan tetapi sebenarnya palsu dan sesat.
Hmm,...
Gerakan 'fisik' itu tak bermakna manakala tidak didasari oleh ilmu. Yang "tak bermakna ini" tentu lawan dari 'pribadi sholeh/h.'
Syukron wa Afwan....

Jumat, 18 September 2015

Ini Dia Kebiasaan Orang Tua Yang Menyebabkan Anak Berprilaku Negatif

"Mana yang nakal, Mejanya ya?" Suara seorang Ayah lantang sambil menghampiri balita yang tengah menangis karena terjatuh di dekat meja. Tak lama kemudian terdengar suara Ayah memukul meja, "buk..buk..", lalu si Ayahpun berkata dengan bangga... "Udah...udah ayah pukul mejanya, cup cup yaa..jangan nangis lagi".


Apa Anda familiar dengan peristiwa tersebut? atau Anda pernah melakukannya? Sebetulnya ini adalah kebiasaan yang buruk karena bisa menghilangkan rasa bertanggungjawab anak di kemudian hari. Akibatnya, kelak Orangtua akan kesulitan mengatur perilaku anak, bagaimana cara yang tepat dan apa lagi ya kebiasaan yang buruk bagi tumbuh kembang anak? Sebaiknya Anda membaca artikel ini secara lengkap.
1. Mengalihkan Tanggung Jawab
Ilustrasi Ayah memukul meja di atas adalah kebiasaan pengalihan tanggungjawab. Kebiasaan ini tampaknya lazim dilakukan. Niat Ayah sih baik, agar anak berhenti menangis, tapi si Ayah telah salah menempatkan perasaan.
Sebagai orang dewasa, kita sangat tidak ingin dianggap salah oleh orang lain. Maka, secara tidak sadar, si Ayahpun menyalahkan meja, kursi, lantai, atau apapun, asal bukan anaknya. Padahal si anak jatuh karena tubuhnya memang sedang belajar untuk menyeimbangkan diri. Secara psikologis, hal ini adalah proses penumpulan logika anak sekaligus melatihnya untuk tidak bertanggungjawab.
Akibatnya di waktu dewasa, di dunia kerja anak sulit mengidentifikasi sebab akibat, akhirnya ia tidak bisa memberikan solusi yang jitu bagi problem perusahaan. Masalah A, Solusinya malah Z. Selain itu, ia juga cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalannya, bahkan..menyalahkan kita sebagai orangtuanya.
Saat anak terjatuh adalah momen emas untuk menyadari bahwa ada sebab ada akibat, sekaligus membangun daya juang serta rasa tanggungjawabnya.
Yang Lebih Baik Dilakukan
Saat anak terjatuh lalu menangis, kita harus mengajarinya bangkit. Bahkan saat kita tidak berkata apa apa pun, anak akan berusaha bangkit sendiri. Terkadang tangisan anak malah terjadi karena orangtua terlalu overacting. Sesekali, diam saja dan berikan anggukan senyum atau berikan tangan Ayah dan Bunda untuk membantunya bangkit. Bila merasa perlu penekanan, maka Ayah dan Bunda bisa katakan kepadanya untuk berhati-hati dan bermain lagi.
Bila ia terluka, cukup peluk untuk menghentikan tangisannya dan ajak dia untuk mengobati lukanya. Tindakan-tindakan ini lebih hemat kata-kata, lebih hemat tenaga, tapi lebih efektif untuk membentuk prilaku positif.
2. Membohongi Anak
Saat kecil, anak-anak selalu mendengarkan apa yang kita katakan. Akan tetap semakin besar, kok anak makin susah dinasihati? makin enggan menurut, atau malah melawan. Apa anak-anak sudah tidak mempercayai kita lagi?
Jawabannnya mungkin IYA! Coba tengok ke belakang, apakah kita pernah melakukan kebohongan-kebohongan kecil?
Coba simak kisah ini. Mikaela berusia 1,5 tahun. Setiap ayahnya berangkat kerja, ia selalu menangis meraung-raung. suatu hari Mikaela tertidur ketika saatnya ayahnya berangkat kerja. Ternyata, Mikaela sama sekali tidak menangis. Sejak itu, Ayahnya selalu mengendap-endap saat pergi kerja sehingga Mikaela tidak menyadarinya. Atau untuk membujuk Mikaela, Ayah berkata bahwa Ayah hanya pergi sebentar saja, padahal ternyata pulangnya malam sekali.
Contoh lain adalah menggunakan ancaman yang bohong. Misalnya saat Dodi tidak mau makan, ibupun mengancam Dodi, "kalau nggak mau makan, nanti nggak boleh main perosotan". Padahal akhirnya boleh juga, lagipula, tidak ada hubungan antara makan dan main perosotan, kan?
Anda familiar dengan kebiasaan tersebut? bila iya, mungkin inilah awal ketidakpercayaan anak kepada orangtuanya. Anak tidak lagi percaya dengan apa yang kita katakan, bahkan anak kehilangan rasa amannya akan janji-janji yang kita ucapkan
Yang sebaiknya dilakukan
Jujur dan proporsional dalam berkomunikasi dengan anak. Ungkapkan dengan penuh kasih sayang. Saat pergi ke kantor, sampaikan apa yang sebenernya dengan kata-kata yang mudah ia pahami misalnya seperti
"Ella, Papa mau pergi ke kantor dulu ya, nanti sore habie Ella mandi, Papa akan pulang kita bisa main lagi sama sama"
Mungkin anak tetap menangis, tapi lama kelamaan dia belajar bahwa Papa memang akan tetap pergi, tapi sore nanti pasti datang. Ini menciptakan rasa aman dalam dirinya.
3. Mengobral Ancaman dan Omelan
"Raka, awas jangan naik tinggi-tinggi, nanti jatuh loh!"
"Awas jangan maen di lapangan, nanti diculik!"
"Ayo dimakan dong makan siangnya, nanti Ayah/Bunda marah kalau nggak makan!"
"Jangan bandel, nanti dipenjara pak polisi!"
Saat kita putus asa setelah berbagai cara tidak dituruti anak, ancaman seringkali menjadi alternatif tindakan. Bedakan antara ancaman dan konsekuensi.
Apabila kita menyampaikannya dengan nada tinggi, tidak mengubah posisi tubuh kita, apalagi dengan menunjuk-nunjuk anak, kita tengah mengancam anak. Selain itu, ancaman biasanya tidaklah dibuktikan. Hanya untuk menakut-nakuti saja. Apalagi kalau mengancam dengan menggunakan institusi tertentu yang seharusnya menjaga keamanan, semisal polisi. Padahal, justru anak harus menghampiri polisi saat ketakutan, bukan sebaliknya.
Apabila kita mengubah posisi sehingga mata kita bisa bertatapan dengan mata anak, mengubah intonasi jadi datar namun tegas, lalu konsekuensi benar-benar kita jalankan terhadap anak, maka kita tengan membuat sebuat konsekuensi.
Anak sangatlah cerdas, ia mempelajari pola tingkah laku kita. Sekali dua kali ia temukan kita mengancam dengan ancaman kosong, maka ia belajar bahwa ancaman orangtua tidaklah serius. Selain itu, anak yang biasa diancam biasanya tumbuh jadi anak yang tidak merasa aman. Anak bisa tumbuh jadi anak yang tidak PD atau sebaliknya, anak yang suka mengganggu dan mengancam orang lain.
Yang sebaiknya dilakukan
Saat anak melakukan kesalahan serius, coba berhenti dari aktivitas kita, lalu minta anak untuk datang. Bicara dengan tegas namun tetap lembut, jelaskan perasaan kita dan tunjukkan prilaku anak yang mana yang harus diperbaiki serta sepakati konsekuensi yang akan didapat apabila anak mengulangi prilaku negatif itu lagi, contohnya.
"Nina, Ibu khawatir kalau Nina main terlalu jauh. Kalau mau main agak jauh, ijin dulu ke Ibu ya supaya nanti Ibu temani"
4. Menyerang Pribadi Anak, Bukan Prilakunya
Kerapkali saat kita sedang capek-capeknya, kita mengomel tak karuan sehingga apa yang kita bicarakan hanya hardikan demi hardikan. Kita tidak bisa menyampaikan dengan jelas prilaku apa tepatnya yang tidak kita inginkan dari anak, misalnya.
"Duuuh....kamu kok begitu sih! Mama sebel kamu begitu lagi begitu lagi". Hal yang sebenarnya terjadi adalah anak pulang main terlalu sore sehingga ia terlambat mandi atau mengerjakan sesuatu.
Atau saat kita berkata "Ihh..kamu ini anak malas! maen melulu!"
Kalau hal ini dibiasakan, maka anak bisa-bisa merasa bahwa SEMUA yang dilakukannya salah, dan SEMUA yang dilakukan akan membuat anda kesal. Akibatnya, anak merasa dia bukan anak yang baik sehingga dia sekalian saja melakukan hal hal yang tidak benar sehingga Anda menjadi kesal.
Yang Sebaiknya Dilakukan
Anak bukanlah peramal yang bisa dengan tepat memperkirakan apa yang kita inginkan. Sebaiknya gunakan kalimat yang spesifik pada prilaku yang kurang tepat dan fokus memperbaiki di sana. Misalya,
"Riana, seharusnya Riana sudah pulang sebelum jam 5 Sore. Kalau Riana terlambat pulang, kamu bisa terlambat mandi dan mengerjakan PR, Riana mengerti, kan?"
Jangan pula membiarkan diri kita larut dalam amarah, apabila anak sudah menunjukkan gelagat akan memperbaiki sikap, kendalikan diri dan terima dia kembali. Ini menegaskan bahwa yang Anda tidak suka adalah prilakunya dan bukan pribadinya.
5. Memberi Dukungan pada Hal yang Salah
Menurut penelitian otak, otak kita memang lebih memperhatikan hal-hal yang negatif. Demikian pula yang terjadi dalam dunia orang tua dan anak. Kerapkali kita lebih tertarik untuk memperhatikan anak, justru saat mereka berbuat hal yang kurang baik.
Misalnya, saat anak bertengkar, baru kita beranjak dari gadget kita. Atau saat anak merusak sesuatu, barulah kita memperhatikannya, menasihati bahkan mengomeli. Sedangkan sebaliknya saat anak menunjukkan prilaku yang baik kita malah biasa-biasa saja.
Anak bisa jadi berpikir bahwa untuk mendapatkan perhatian kita, mereka perlu berbuat sesuatu yang tidak baik! Nah, susah kan kalau begini...
Yang Sebaiknya dilakukan
Beri penghargaan saat mereka berprilaku baik, misalnya saat bermain dengan rukun, atau mereka mau berbagi, atau hal-hal sederhana seperti saat anak meletakkan handuk pada tempatnya, misalnya.
Ungkapkan perasaa anda seperti :
"Bunda senang lihat Ade bisa meletakkan handuk di tempatnya sehabis mandi!"
Anak anda pasti senang dan akan mengulanginya lagi
6. Merendahkan Diri Sendiri/Merendahkan Pasangan
Apa yang anda lakukan kalau melihat anak anda bermain Playstation lebih dari belajar? Mungkin yang sering kita ucapkan pada mereka, “Woy… mati in tuh PS nya, ntar dimarahin loh sama papa kalo pulang kerja!” Atau kita ungkapkan dengan pernyataan lain, namun tetap dengan figur yang mungkin ditakuti oleh anak pada saat itu. Contoh pernyataan ancaman diatas adalah ketika yang ditakuti adalah figur Papa.
Perhatikanlah kalimat ancaman tersebut. Kita tidak sadar bahwa kita telah mengajarkan pada anak bahwa yang mampu untuk menghentikan mereka maen ps adalah bapaknya, artinya figure yang hanya ditakuti adalah sang bapak. Maka jangan heran kalau jika anak tidak mengindahkan perkataan kita karena kita tidak mampu menghentikan mereka maen ps.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Siapkanlah aturan main sebelum kita bicara; setelah siap, dekati anak, tatap matanya, dan katakan dengan nada serius bahwa kita ingin ia berhenti main sekarang atau berikan pilihan, misal “Sayang, Papa/Mama ingin kamu mandi. Kamu mau mandi sekarang atau lima menit lagi?” bila jawabannya “lima menit lagi Pa/Ma”. Kita jawab kembali, “Baik, kita sepakat setelah lima menit kamu mandi ya. Tapi jika tidak berhenti setelah lima menit, dengan terpaksa papa/mama akan simpan PS nya di lemari sampai lusa”. Nah, persis setelah lima menit, dekati si anak, tatap matanya dan katakan sudah lima menit, tanpa tawar menawar atau kompromi lagi. Jika sang anak tidak nurut, segera laksanakan konsekuensinya.
7. Papa dan Mama Tidak Kompak
Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak saja, tapi keduanya. Orang tua harus memiliki kata sepakat dalam mendidik anak2nya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang Ibu melarang anaknya menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress.
Jika hal ini terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya. Demikian juga pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak dalam mendidik anak. Di hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Pada saat salah satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan kita harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai duluan buat gara2…”. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata Mama, Dik. Kakak juga perlu kamu sayang dan hormati….”
8. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama lain dalam mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap negatif bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat keluarga inti mendidik; Anak akan cenderung berlindung di balik orang yang membelanya. Anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. Berikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
9. Menakuti Anak
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat anak menangis dan berusaha untuk menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu!” Hasilnya memang anak sering kali berhenti merengek atau menangis, namun secara tidak sadar kita telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
10. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai
Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak. Konsisten merupakan keseuaian antara yang dinyatakan dan tidakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia sanga menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri hadiah atau janji untuk memberi sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton televisi.
Pikirlah terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
11. Hadiah untuk Perilaku Buruk Anak
Acapkali kita tidak konsisten dengan pernyataan yang pernah kita nyatakan. Bila hal ini terjadi, tanpa kita sadari kita telah mengajari anak untuk melawan kita. Contoh klasik dan sering terjadi adalah pada saat kita bersama anak di tempat umum, anak merengek meminta sesuatu dan rengekennya menjadi teriakan dan ada gerak perlawanan. Anak terus mencari akal agar keinginnanya dikabulkan, bahkan seringkali membuat kita sebagai orang tua malu. Pada saat inilah kita seringkali luluh karena tidak sabar lagi dengan rengekan anak kita. Akhirnya kita mengiyakan keinginan si Anak. “Ya sudah;kamu ambil satu permennya. Satu saja ya!”
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan mempelajarinya dna menerapkannya pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara yang lebih heboh lagi.
Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah konsisten; tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang kikir atau tega. Orang beefikir demikian belum membaca buku tentang ini dan mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak, Sekali kite konsisten anak tak akan pernah mencobanya lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apapun alasannya, jangang pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
12. Merasa Bersalah Karena Tidak Bisa Memberikan yang Terbaik
Kehidupan metropolitan telah memaksa sebagian besar orang tua banyak menghabiskan waktu di kantor dan di jalan raya daripada bersama anak. Terbatasnya waktu inilah yang menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibat dari perasaan bersalah ini, kita, para orang tua menyetujui perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, “Biarlah dia seperti ini mungkin karena saya juga yang jarang bertemu dengannya…”
Semakin kita merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah saya (penulis) hadapi banyak bersumber dari cara berpikir orang tuanya yang seperti ini.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Kita tidak bisa membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain. Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang punya kelebihan pada sapek finansial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, dan sebaliknya. Jangan pernah memaklumi hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu; gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita, anak akan terbiasa.
13. Mudah menyerah dan pasrah
Setiap manusia memiliki watak yang berbeda-beda, ada yang lembut dan ada yang keras. Dominan flegmatis adalah ciri atak yang dimiliki oleh sebagian orang tua yang kurang tegas, mudah menyerah, selalu takut salah dan cenderung mengalah, pasrah. Konflik ini biasanya terjadi bila seorang yang flegmatis mempunyai anak yang berwatak keras.
Dalam kondisi kita sebagai orang tua yang tidak tegas dan mudah menyerah, si anak justru keras dan lebih tegas. Akibatnya dalam banyak hal, si anak jauh lebih dominan dan mengatur orang tuanya. Akibat lebih lanjut, orang tua sulit mengendalikan perilaku anaknya dan cenderung pasrah. Saya [penulis] sering mendengar ucapan dari para orang tua yang Dominan Flegmatis, “Duh… anak saya itu memang keras betul… saya sudah nggak sanggup lagi mengaturnya.” Atau “Biar sajalah apa maunya, saya sudah nggak sanggup lagi mendidiknya.”.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Belajarlah dan berusahalah dengan keras untuk menjadi lebih tegas dalam mengambil keputusan, tingkatkan watak keteguhan hati dan pantang menyerah. Jiak perlu ambil orang orang yang kita anggap tegas untuk jadi penasihat harian kita.
14. Marah Yang Berlebihan
Kita seringkali menyamakan antara mendidik dengan memarahi. Perlu untuk selalu diingat, memarahi adalah salah satu cara mendidik yang paling buruk. Pada saat memarahi anak, kita tidak sedang mendidik mereka, melainkan melampiaskan tumpukan kekesalan kita karena kita tidak bisa mengatasi masalah dengan baik. Marah juga seringkali hanya berupa upaya untuk melemparkan kesalahan pada pihak lain [dan biasanya yang lebih lemah, kalo ama yang lebih kuat ya takut].
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah bicara pada saat marah! Jadi tahanlah dengan cara yang nyaman untuk kita lakukan seperti masuk kamar mandi atau pergi menghindar sehingga amarah mereda. Yang perlu dilakukan adalah bicara “tegas” bukan bicara “keras”. Bicara yang tegas adalah dengan nada yang datar, dengan serius dan menatap wajah serta matanya dalam dalam. Bicara tegas adalah bicara pada saat pikiran kita rasional, sedangkan bicara keras adalah pada saat pikiran kita dikuasai emosi.
Satu contoh lagi yang kurang baik, pada saat marah biasanya kita emosi dan mengucapkan/melakukan hal hal yang kelak kita sesali, setelah ini terjadi, biasanya kita akan menyesal dan berusaha memperbaikinya dengan memberikan dispensasi atau membolehkan hal hal yang sebelumnya kita larang. Bila hal ini berlangsung berulang kali, maka anak kita akan selalu berusaha memancing amarah kita, yang ujung ujungnya si anak menikmati hasilnya. Anak yang sering dimarahi cenderung tidak jadi lebih baik kok.
15. Gengsi untuk Menyapa
Kita pasti pernah mengalami bahwa kita terlanjur marah besar pada anak, biasanya amarah terbawa lebih dari sehari, akibat dari rasa kesal yang masih tersisa dan rasa gengsi, kita enggan menyapa anak kita. Masing masing pihak menunggu untuk memulai kembali hubungan yang normal.
Apa yang harus kita lakukan agar komunikasi mencair kembali? Siapa yang seharusnya memulai? Kita sebagai orangtua lah yang seharusnya memulai saat anak mulai menunjukkan tanda tanda perdamaian dan mengikuti keinginan kita. Dengan cara ini kita dapat menunjukkan pada anak bahwa kita tidak suka pada sikap sang anak, bukan pada pribadinya.
16. Memaklumi yang tidak pada tempatnya
Ini biasanya terjadi pada kebanyakan orang tua konservatif. Misalnya melihat anak laki laki yang suka usil, nakal banget dan suka ngacak, orang tuanya cenderung mengatakan, “Yah… anak cowo emang harus bandel” atau saat melihat kakak adik lagi jambak jambakan, mamanya bilang “maklumlah… namanya juga anak anak”. Atau bahkan ketika si anak memukul teman atau mbaknya, orang tua masih juga sempat berkelit dengan mengatakan “ya begitu deh, maklumlah namanya juga anak anak. Nggak sengaja…”
Bila kita selalu memaklumi tindakan keliru yang dilakukan anak anak, otomatis si anak berpikir perilakunya sudah benar, dan akan jadi sangat buruk kalau terbawa sampai ke dewasa.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu memaklumi hal yang tidak perlu dimaklumi kok, kita harus mendidik setiap anak tanpa kecuali sesuai dengan sifat dasarnya. Setiap anak bisa dididik dengan tegas[ingat: bukan keras] sejak usia 2 tahun. Semakin dini usianya, semakin mudah untuk dikelola dan diajak kerja sama. Anak kita akan mau bekerja sama selama kita selalu mengajaknya dialog dari hati ke hati, tegas, dan konsisten. Ingat, tidak perlu menunggu hingga usianya beranjak dewasa, karena semakin bertambah usia, semakin tinggi tingkat kesulitan untuk mengubah perilaku buruknya.
17. Penggunaan istilah yang tidak jelas maksudnya
Seberapa sering kita sebagai orang tua mengungkapkan pernyataan seperti “Awas ya, kalau kamu mau diajak sama mama/papa, tidak boleh nakal!” atau, “awas ya, kalau nanti diajak sama mama/papa, jangan bikin malu mama”, bisa juga terungkap, “kalo mau jalan jalan ke taman bermain, jangan macam macam ya”.
Nah, tanpa disadari kita seringkali menggunakan istilah istilah yang sulit dimengerti ataupun bermakna ganda. Istilah ini akan membingungkan anak kita. dalam benak mereka bertanya apa yang dimaksud dengan nakal, tingkah laku apa yang termasuk dalam kategori nakal, begitu pula dengan istilah “jangan macam macam”, perilaku apa yang termasuk kategori “macam macam”. Selain bingung, mereka juga akan menebak nebak arti dari istilah istilah tersebut.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Bicaralah dengan jelas dan spesifik, misalnya “Sayang, kalau kamu mau ikut mama/papa, tidak boleh minta mainan, permen, dan tidak boleh berteriak teriak di kasir seperti kemarin ya”. Hal ini penting agar anak mengetahui batasan batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta jangan lupa menyepakati apa konsekuensinya bila kesepakatan ini dilanggar.
18. Mengharap perubahan instan
Kita terbiasa hidup dalam budaya yang serba instant, seperti mie instant, susu instant, teh instant. Sehingga kita anak berbuat salah, kita sering ingin sebuah perubahan yang instant pula, misal ketika biasa terlambat bangun, nggak beresin tempat tidur, sulit dimandikan, kita ingin agar anak kita berubah total dalan jangka waktu sehari.
Apabila kita sering memaksakan perubahan pada anak kita dalam waku singkat tanpa tahapan yang wajar, kemungkinan besar anak sulit memenuhinya. Dan ketika ia gagal dalam memenuhi keinginan kita, ia akan frustasi dan tidak yakin bisa melakukanannya lagi. Akibatnya ia memilih untuk melakukan perlawanan seperti banyak bikin alasan, acuh tak acuh, atau marah marah pada adiknya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita mengharapkan perubahan kebiasaaan pada anak, berikanlah waktu untuk tahapan tahapan perubahan yang rasional untuk bisa dicapainya. Hindari target perubahan yang tidak mungkin bisa dicapainya. Bila mungkin, ajaklah ia untuk melakukan perubahan dari hal yang paling mudah. Biarkanlah ia memilih hal yang paling mudah menurutnya untuk diubah. Keberhasilannya untuk melakukan perubahan tersebut memotivasi anak untuk melakukan perubahan lainnya yang lebih sulit. Puji dan jika perlu rayakan keberhasilan yang dicapainya, sekecil dan sesederhana apapun perubahan itu. Hal ini untuk menunjukkan betapa seriusnya perhatian kita terhadap usaha yang telah dilakukannya. Pusatkan perhatian dan pujian kita pada usahanya, bukan pada hasilnya.
19. Pendengar yang buruk
Sebagian besar orang tua adalah pendengar yang buruk bagi anak anaknya. Benarkah? Bila ada suatu masalah yang terjadi pada anak, orang tua lebih suka menyela, langsung menasehati tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal usul kejadiannya.
Sebagai contoh, anak kita baru saja pulang sekolah yang mestinya pulangnya siang, dia datang di sore hari. Kita tidak mendapat keterangan apapun darinya atas keterlambatan tersebut. Tentu saja kita kesal menunggu dan sekaligus khawatir. Lalu pada saat anak kita sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya dengan serentetan pertanyaan dan omelan. Bahkan setiap kali anak hendak bicara, kita selalu memotongnya. Akibatnya ia amalah tidak mau bicara dan marah pada kita.
Bila kita tidak berusaha mendengarkan mereka, maka mereka pun akan bersikap seperti itu pada kita dan akan belajar mengabaikan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita tidak menghendaki hal ini terjadi, maka mulai saat ini jadilah pendengar yang baik. Perhatikan setiap ucapannya. Ajukan pertanyaan pertanyaan untuk menunjukkan ketertarikan kita akan persoalan yang dihadapinya.
20. Selalu menuruti permintaan anak.
Apakah anak kita adalah anak semata wayang? Atau anak laki laki yang ditunggu tunggu dari beberapa anak perempuan kakak-kakaknya? Atau mungkin anak yang sudah bertahun tahun ditunggu tunggu? Fenomena ini seringkali menjadikan orang tua teramat sayang pada anaknya sehingga ia menerapkan pola asuh open bar, atau mo apa aja boleh atau dituruti.
Seperti Radja Ketjil, semakin hari tuntutannya semakin aneh dan kuat, jika ini sudah menjadi kebiasaan akan sulit sekali membendungnya. Anak yang dididik dengan cara ini akan menjadi anak yang super egois, tidak kenal toleransi, dan tidak bisa bersosialisasi.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Betapapun sayangnya kita pada anak, jangan lah pernah memberlakukan pola asuh seperti ini. Rasa sayang tidak harus di tunjukkan dengan menuruti segala kemauannya. Jika kita benar sayang, maka kita harus mengajarinya tentang nilai baik dan buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang nggak. Jika tidak, rasa sayang kita akan membuat membuatnya jadi anak yang egois dan ‘semau gue’. Inilah yang dalam bahasa awam sering disebut anak manja.
21. Terlalu Banyak Larangan
Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di atas. Bila Kita termasuk orang tua yang berkombinasi Melankolis dan Koleris, kita mesti berhati2 karena biasanya kombinasi ini menghasilkan jenis orang tua yang “Perfectionist”. Orang tua jenis ini cenderung ingin menjadikan anak kita seperti apa yang kita inginkan secara SEMPURNA, kita cenderung membentuk anak kita sesuai dengan keinginan kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu; dilarang melakukan ini dan itu.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi (jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambat, segera beri tahu Papa/Mama.
22. Terlalu Cepat Menyimpulkan
Ini adalah gejala lanjutan jika kita sebagai orang tua yang mempunyai kebiasaan menjadi pendengar yang buruk. Kita cenderung memotong pembicaraan pada saat anak kita sedang memberi penjelasan, dan segera menentukan kesimpulan akhir yang biasanya cenderung memojokkan anak kita. Padahal kesimpulan kita belum tentu benar, dan bahan seandainya benar, cara seperti ini akan menyakitkan hati anak kita.
Seperti contoh anak yang pulang terlambat. Pada saat anak kita pulag terlambat dan hendak menjelaskan penyebabnya, kita memotong pembicaraannya dengan ungkapan, “Sudah! Nggak pake banyak alesan.” Atau “Ah, Papa/Mama tahu, kamu pasti maen ke tempat itu lagi kan?!”.
Jika kita emlakukan kebiasaan ini terus menerus, anak akan berpikir kita adalah orang tua ST 001 [alias Sok Tau Nomor Satu], yang tidak mau memahami keadaan dan menyebalkan. Lalu mereka tidak mau bercerita atau berbicara lagi, dan akibat selanjutnya sang anak akan benar benar melakukan hal hal yang kita tuduhkan padanya. Ia tidak mau mendengarkan nasehat kita lagi, dan pada tahapan terburuk, dia akan pergi pada saat kita sedang berbicara padanya. Pernahkah anda mengalami hal ini?
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah memotong pembicaraan dan mengambil kesimpulan terlalu dini. Tak seorang pun yang suka bila pembicaraannya dipotong, apalagi ceritanya disimpulkan oleh orang lain.
Dengarkan, dengarkan, dan dengarkan sambil memberikan tanggapan positif dan antusias. Ada saatnya kita akan diminta bicara, tentunya setelah anak kita selesai dengan ceritanya. Bila anak sudah membuka pertanyaan, “menurut Papa/Mama bagaimana?” artinya ia sudah siap untuk mendengarkan penuturan atau komentar kita.
23. Mengungkit kesalahan masa lalu
Kebiasan menjadi pendengar yang buruk dan terlalu cepat menyimpulkan akan dilanjutkan dengan penutup yang tidak kalah menyakitkan hati anak kita, yakni dengan mengungkit ungkit catatan kesalahan yang pernah dibuat anak kita. Contohnya, “Tuh kan Papa/Mama bilang apa? Kamu tidak pernah mau dengerin sih, sekarang kejadian kan. Makanya dengerin kalau orang tua ngomong. Dasar kamu emang anak bodo sih.”
Kiat berharap dengan mengungkit kejadian masa lalu, anak akan belajar dari masalah. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, ia akan sakit hati dan berusaha mengulangi kesalahannya sebagai tindakan balasan dari sakit hatinya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita tidak ingin anak berperilaku buruk lagi, jangan lah diungkit ungkit masa lalunya. Cukup dengan tatapan mata, jika perlu rangkullah ia. Ikutlah berempati sampai dia mengakui kesalahan dan kekeliruannya. Ucapkan pernyataan seperti “manusia itu tempatnya salah dan lupa, semoga ini menjadi pelajaran berharga buat kamu”, atau “Papa/mama bangga kamu bisa menemukan hikmah positif dari kejadian ini”. Jika ini yang kita lakukan, maka selanjutnya dia akan lebih mendengar nasehat kita. Coba dan buktikanlah!.
24. Suka Membandingkan
Hal yang paling menyebalkan adalah saat kita dibandingkan dengan orang lain. Bila kita sedang berada di suatu acara dan bertemu dengan orang yang berpakaian hampir sama atau berwarna sama, kita merasa tidak nyaman untuk berdekatan. Apalagi jiak disbanding bandingkan [FTR, saya tidak merasa seperti ini lho!]
Secara psikologis, kita sangat tdiak suka bila keberadaan kita baik secara fisik atau sifat sifat kita dibandingkan dengan orang lain. Coba ingat ingatlah pengalaman kita saat ada orang yang membandingkan kita, bagaimana perasaan kita saat itu?
Tetapi anehnya, kebanyakan orang tua entah kenapa justru sering melakukan hal ini pada anaknya. Misal membandingkan anak yang malas dengan yang rajin. Anak yang rapi dengan yang gedabrus. Anak yang cekatan dengan anak yang lamban. Terutama juga anak yang mendapat nilai tinggi di sekolah dengan anak yang nilainya rendah. Ungkapan yang sering terdengar biasanya seperti, “Coba kamu mau rajin belajar kayak adik mu, maka pasti nilai kamu tidak seperti ini!”.
Jika kita tetap melakukan kebiasaan ini, maka ada beberapa akibat yang langsung kita rasakan; anak kita makin tidak menukai kita. anak yang dibandingkan akan iri dan dengki dengan si pembanding. Anak pembanding akan merasa arogan dan tinggi hati.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tiap manusia terlahir dengan karakter dan sifat yang unik. Maka jangan sekali kali membandingkan satu dengan yang lainnya. Catatlah perubahan perilaku masing masing anak. Jika ingin membandingkan, bandingkanlah dengan perilaku mereka di masa lalu, ataupun dengan nilai nilai ideal yang ingin mereka capai. Misalnya, “Eh, biasanya anak papa/mama suka merapikan tempat tidur, kenapa hari ini nggak ya?”
25. Paling benar dan paling tahu segalanya
Egosentris adalah masa alamiah yang terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Usia tersebut adalah masa ketika anak merasa paling benar dan memaksakan kehendaknya. Tapi entah mengapa ternyata sifat ini terbawa dan masih banyak dimiliki oleh para orang tua. Contoh ungkapan orang tua, “ah kamu ini anak bau kencur, tau apa kamu soal hidup.” Atau, “kamu tau nggak, kalo papa/mama ini sudah banyak makan asam garam kehidupan, jadi nggak pake kamu nasehatin papa/mama!”.
Jika kita memiliki kebiasaan semacam ini, maka kita membuat proses komunikasi dengan anak mengalami jalan buntu. Meskipun maksud kita adalah untuk menunjukkan superioritas kita di depan anak, tapi yang ditangkap anak adalah semacam kesombongan yang luar biasa, dan tentu saja tak seorang pun mau mendengarkan nasehat orang yang sombong.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Seringkali usia dijadikan acuan tentang banyaknya pengetahuan juga banyaknya pengalaman. Pada zaman dulu hal ini bisa jadi benar, namun untuk saat ini, kondisi itu tidak berlaku lagi. Siapa yang lebih banyak mendapatkan informasi dan mengikuti kegiatan kegiatan, maka dialah yang lebih banyak tahu dan berpengalaman.
Jadi janganlah merasa menjadi orang yang paling tahu, paling hebat, paling alim. Dengarkanlah setiap masukan yang datang dari anak kita.
26. Saling melempar tanggung jawab
Mendidik anak terutama menjadi tanggung jawab orang tua, yaitu ayah dan ibu. Bila kedua belah pihak merasa kurang bertanggung jawab, maka proses pendidikan anak akan terasa timpang dan jauh dari berhasil. Celakanya lagi, bila orang tua sudah mulai merasakan dampak perlawanan dari anak anaknya, yang sering terjadi malah saling menyalahkan satu sama lain.
Pernyataan yang kerap muncul adalah, “kamu emang nggak becus ngedidik anak”, dan kemudian dibalas “enak aja lo ngomong begitu, nah kamu sendiri, selama ini kemana aja?!”. Jika cara ini yang dipertahankan di keluarga, akankah menyelesaikan masalah? Tunggu saja hasilnya, pasti orang tua lah yang akan menuai hasilnya, sang anak akan merasa perilaku buruknya adalah bukan karena kesalahannya, tapi karena ketidak becusan salah satu dari orang tuanya. Jelas anak kita akan merasa terbela dan semakin berperilaku buruk.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Hentikan saling menyalahkan. Ambillah tanggung jawab kita selaku orang tua secara berimbang.keberhasilan pendidikan ada di tangan orang tua. Pendidikan adalah kerja sama tim, da bukan individu. Jangan pakai alasan tidak ada waktu, semua orang sama sama memiliki waktu 24 jam sehari, jadi aturlah waktu kita dengan berbagai macam cara dan kompaklah selalu dengan pasangan kita.
Selalu lakukan introspeksi diri sebelum introspeksi orang lain.
27. Kakak harus selalu mengalah
Di negeri ini terdapat kebiasaan bahwa anak yang lebih tua harus selalu mengalah pada saudaranya yang lebih muda. Tampaknya hal itu sudah menjadi budaya. Tapi sebenarnya, adakah dasar logikanya dan dimana prinsip keadilannya?
Ada satu contoh nyata seperti berikut:
Ada seorang kakak beradik, kakak bernama Dita dan adik bernama Rafiq. Neneknya selaku pengasuh utama selalu memarahi Dita ketika Rafiq menangis. Tanpa mengetahui duduk persoalan serta siapa yang salah dan benar, si Nenek selalu membela si adik dan melimpahkan kesalahan pada kakaknya. “Kamu ini gimana sih? Sudah besar kok tidak mau mengalah ama adiknya.” Begitulah ucapan yang keluar dari mulut si Nenek. Terkadang dibumbui dengan cubitan pada kakaknya.
Apa yang terjadi selanjutnya? Dita menjadi anak yang tidak memiliki rasa percaya diri. Ia pun mulai membenci adiknya. Lama kelamaan Dita mulai banyak melawan atas ketidak adilan ini, dan yang terjadi kemudian adalah kedua bersaudara ini makin sering bertengkar. Sementara Rafiq yang selalu dibela bela menjadi makin egois dan makin berani menyakiti kakaknya, selalu merasa benar dan memberaontak. Sang nenek perlahan lahan menobatkan Radja Ketjil yang lalim di tengah keluarga ini.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Anak harus diajari untuk memahami nilai benar dan salah atas perbuatannya terlepas dari apakah dia lebih muda atau lebih tua. Nilai benar dan salah tidak mengenal konteks usia. Benar selalu benar dan salah selalu salah berapapun usia pelakunya.
Berlakulah adil. Ketahuilah informasi secara lengkap sebelum mengambil keputusan. Jelaskan nilai benar dan salah pada masing masing anak, buat aturan main yang jelas yang mudah dipahami oleh anak anak anda.
28. Menghukum secara fisik
Dalam kondisi emosi, kita cenderung sensitif oleh perilaku anak, dimulai dengan suara keras, dan kemudian meningkat menjadi tindakan fisik yang menyakiti anak.
Jika kita terbiasa dengan keadaan ini, kita telah mendidiknya menjadi anak yang kejam dan trengginas, suka menyakiti orang lain dan membangkang secara destruktif. Perhatikan jika mereka bergaul dengan teman sebayanya. Percaya atau tidak, anak akan meniru tindakan kita yang suka memukul. Anak yang suka memukul temannya pada umumnya adalah anak yang sering dipukuli di rumahnya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah sekalipun menggunakan hukuman fisik kepada anak, mencubit, memukul, atau menampar bahkan ada juga yang pakai alat seperti cambuk, sabuk, rotan, atau sabetan.
Gunakanlah kata kata dan dialog, dan jika cara dialog tidak berhasil maka cobalah evaluasi diri kita. Temukanlah jenis kebiasaan yang keliru yang selama ini telah kita lakukan dan menyebabkan anak kita berperilaku seperti ini.
29. Menunda atau membatalkan hukuman
Kita semua tahu bahaya yang luar biasa dari merokok, mulai dari kanker, impotensi, sampai gangguan kehamilan dan janin. Tapi mengapa masih banyak yang tidak peduli dan tetap membandel untuk terus menjadi ahli hisap? Jelas karena akibat dari rokok itu terjadi kemudian dan bukan seketika itu juga.
Begitu juga dengan anak kita. Jika anda menjanjikan sebuah konsekuensi hukuman atau sanksi bila anak berperilaku buruk, jangan menunggu waktu yang terlalu lama, menunda, atau bahkan membatalkan karena alasan lupa atau kasihan.
Bila telah terjadi kesepakatan antara kita dan anak seperti tidak boleh minta minta dibelikan permen atau mainan dan ternyata anak mencoba coba untuk merengek, kita ingatkan kembali pada kepadanya tentang kesepakatan yang kita buat bersama. Anak biasanya akan berhenti merengek. Namun sayangnya kietika anak berhenti merengek , kita menganggap masalah susah selesai dan akhirnya kita menunda atau bahkan membatalkan hukuman entah karena lupa atau kasihan. Apa akibatnya? Anak akan mempunya anggapan bahwa kita hanya omong doang, maka mereka akan mempunya tendensi untuk melanggar kesepakatan karena hukuman tidak dilaksanakan.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jila kita sudah mempunyai kesepakatan dan anak melanggarnya, maka sanksi harus dilaksanakan, jika kita kasihan, kita bisa mengurangi sanksinya, dan usahakan hukumanya jangan bersifat fisik, tapi seperti pengurangan bobot kesukaan mereka seperti jam bermain, menonton tv, ataupun bermain video game.
30. Terpancing Emosi
Jika ada keinginannya yang tidak terpenhi anak sering kali rewel atau merengak, menagis, berguling dsb, dengan tujuan memancing emosi kita yang apda kahirnya kita marah atau malah mengalah. Jika kita terpancing oleh emosi anak, anak akan merasa menang, dan merasa bisa megendalikan orang tuanya. Anak akan terus berusaha mengulanginya pada kesempatan lain dengan pancingan emosi yang lebih besar la gi.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara, dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah anak kita. Bila anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah keputusan kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakan saja bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita yang berulah, hingga ia berhenti berulah, Bila proses ini membutuhkan waktu lebih dari 30 menit tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita jangan malu pada orang yang memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi… SEKALI KITA BERHASIL MEMBUAT ANAK KITA MENGALAH, MAKA SELANJUTNYA DIA TIDAK AKAN MENGULANGI UNTUK YANG KEDUA KALINYA.
31. Menghukum Anak Saat Kita Marah
Hal yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan sanksi atau hukuman apa pun pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata2 maupun hukuman akan cenderung menyakiti dan menghakimi dan tidak menjadikan anak lebih baik. Kejadin tersebut akan membekas meski ia telah beranjak dewasa. Anak juga bisa mendendam pada orang tuanya karena sering mendapatkan perlakuan di luar batas.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
• Bila kita sedang sangat marah segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera.
• Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat2ya pada anak kita, dan hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita, sementara tujuan pemberian sanksi adalah untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Setelah emosi reda, barulah kita memberikan hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuat. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game, atau bermain sepeda.
32. Mengejek
Orang tua yang biasa menggoda anaknya, seringkali secara tidak sadar telah membuat anak menjadi kesal. Dan ketika anak memohon kepada kita untuk tidak menggodanya, kita malah semakin senang telah berhasil membuatnya kesal atau malu. Hal ini akan membangun ketidaksukaan anak pada kita dan yang sering terjadi anak tidak menghargai kita lagi. Mengapa? Karena ia menganggap kita juga seperti teman2nya yang suka menggodanya,
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Jika ingin bercanda dengan anak kita, pilihlan materi bercanda yang tidak membuatnya malu atau yang merendahkan dirinya. Akan jauh lebih baik jika seolah-olah kitalah yang jadi badut untuk ditertawakan. Anak kita tetap aka n menghormati kita sesudah acara canda selesai. Jagalah batas2 dan hindari bercanda yang bisa membuat anak kesal apalagi malu. Bagimana caranya? Lihat ekspresi anak kita. Apakah kesal dan meminta kita segera menghentikannya? Bila ya, segeralah hentikan dan jika perlu meminta maaflah ayas kejadian yang baru terjadi. Katakan bahwa kita tidak bermaksud merendahkannya dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
33. Menyindir
Terkadang karena saking marahnya orang tua sering mengungkapkannya dengan kata2 singkat yang pedas dengan maksud menyindir, seperti, “Tumben hari gini sudah pulang”, atau “Sering2 aja pulang malem!” atau”Memang kamu pikir Mama/Papa in satpam yang jaga pintu tiap malam?”.
Kebiasaan ini tidak akan membuat anak kita menyadari akan perilaku buruknya tapi malah sebaliknya akan mebuat ia semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita telah menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak menyinggung perasaan, memojokkan bahkan menyakiti hatinya. Katakan saja, “Sayang, Papa/Mama khawatir akan keselamatan kamu lho kalo kamu pulang terlalu malam”. Dan sejenisnya.
34. Memberi julukan yang buruk
Kebiasaan memberikan julukan yang buruk pada anak bisa mengakibatkan rasa rendah diri, tidak percaya diri/mimder, kebencian juga perlawanan. Adakalanya anak ingin membuktikan kehebatan julukan atau gelar tersebut pada orang tuanya.
Solusinya
Mengganti julukan buruk dengan yang baik, seperti, anak baik, anak hebat, anak bijaksana. Jika tidak bisa menemukannya cukup dengan panggil dengan nama kesukaannya saja.
35. Mengumpan Anak yang Rewel
Pada saat anak marah, merengek atau menangis, meminta sesuatu de ngan memaksa, kita biasanya mengalihkan perhatiannya kepada hal atau barang lain. Hal ini dimaksudkan supaya anak tidak merengek lagi. Namun yang terjadi malah sebaliknya, rengekan anak semakin menjadi-jadi. Contohnya, anak menangis karena ia minta dibelikan mainan, Kemusian kita berusaha membuatnya diam dengan berusaha mengalihkan perhatiannya seperi, ” Tuh lihat tuh ada kakak pake baju warna apa tuh…”atau” Lihat ini lihat, gambar apa ya lucu banget?”
Ingatlah selalu, pada saat anak kita sedang fokus pada apa yang diinginkannya, ia akan memancing emosi kita dan emosinya sendiri akan menjadi sensitif. Anak kita pada umumnya adalah anak yang cerdas. ia tidak ingin diakihkan ke hal lain jika masalah ini belum ada kata sepakat penyelesaiannya. Semakin kita berusaha mengalihkan ke hal lain, semakin marah lah anak kita.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Selesaikan apa yang diinginkan oleh anak kita dengan membicarakannya dan membuat kesepakatan di tempat, jika kita belum sempat membuat kesepakatan di rumah. Katakan secara langsung apa yang kita inginkan terhadap permintaan anak tesebut, seperti “Papa/Mama belum bisa membelikan mainan itu saat ini. Jika kamu mau harus menabung lebih dahulu. Nanti Papa/Mama ajari cara menabung. Bila kamu terus merengak kita tidak jadi jalan-jalan dan langsung pulang.” Jika kalimat ini yang kita katakan dan anak kita tetap merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja belum selesai, Untuk urusan belanja kita masih bisa menundanya. Tapi jangan sekali-kali menunda dalam mendidik anak.
36. Televisi sebagai agen Pendidikan Anak
Perilaku anak terbentuk karena 4 hal:
• Berdasar kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya: kita atau TV?
• Oleh siapa yang dia percaya: apakah anak percaya pada kata2 kita atau ketepatan wakyu program2 TV?
• Oleh siapa yang meyampaikannya lebih menyenangkan: apakah kita menasehatinya dengan cara menyenangkan atau program2 TV yang lebih menyenangkan?
• Oleh siapa yang sering menemaninya: kita atau TV?
Apa yang seharusnya kita lakukan?
• Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tersebut yang menjadi faktor pembentuk perilaku anak kita.
• Menggantinya dengan kegiatan di rumah atau di luar rumah yang padat bagi anak2nya.
• Gantilah program TV dengan film2 pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang mulai dari kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.
37. Mengajari Anak untuk Membalas
Sebagian anak ada yang memiliki kecenderungan suka memukul dan sebagian lagi menjadi objek penderita dengan lebih banyak menerima pukulan dari rekan sebayanya. Sebagian orang tua biasanya tidak sabar melihat anak kita disakiti dan memprovokasi anak kita unutuk membalasnya. Hal ini secara tidak langsung mengajari anak balas dendam. Sebab pada saat itu emosi anak sedang sensitif dan apa yang kita ajarkan saat itu akan membekas. Jangan kaget bila anak kita sering membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan kepadanya.